Selamat Datang !

Sajian Tulisan Text, Poetry, Puisi, sajak, Cerpen ,dari Tawin QM dan Kawan,

Terimakasih atas kunjungannya dan semoga tetap selalu mau berkunjung !

Sampai Junpa !

Merdeka

Merdeka atau Mati !

Gambar itu hanyalah kertas bersifat mati.

Nilai darinya tak terjangkau untuk darah daging membawa jiwa rohaniku.

Nalar.

Yang penuh diiringi getar,

Tanpa irama dan nada untuk dihiasi jalar,

menolak atau menghindar.



Ayahku disertai kawan karib,

pejuang bersenjata Bambu runcing,

asam dan garam mereka rasakan kodrat senasib.

Bertempur tanpa pamrih, tanpa penuh harapan,

tidak bermimpi untuk mendapatkan senapan.


Berani atau takut,

meninggalkan rasa seruan pengecut,

bukanlah tujuan awal dan akhir,

Merdeka belum didepan mata,

Mati hanyalah hias tanda tanya,

Berjuang disertai pedoman sampai titik darah terakhir.


Wajahnya terlihat tampan dan manis,

calon ibuku seringkali menangis,

disisi lain berjuang,

mengharapkan pertemuan romantis,

rindu dan do'a selalu mewarnai jiwa,

pada keduanya,

untuk menikmati khayal harapan mereka,


Merdeka !.


Tampan dan manis bukanlah yang penting,

calon ibuku bangga keras hati,

keberanian, cita Merdeka, do'a menyerta,

calon suaminya,

harap diwaktu Merdeka akan menjadi ayahku.


Naluri khayalku merasa jelas mendengar.

Teriakan calon Ayahku “Merdeka !!!!”

Teriakan calon ibuku, yang cantik dan ayu dengan senyum khas 'wong Jowo',

“Merdeka !”,


sama sewaktu,

mendahului bisikan mesra penuh rasa kasih calon ayahku kepada calon ibuku”aku cinta padamu, srikandiku”,

jawaban nyaris berbisik mesra penuh rasa kasih calon ibuku”aku satu rasa dan satu jiwa serta hanya ada satu cinta, hanya kamu satriaku”.


Ikrar pernikahan bukanlah merdeka,

birahi syahwati ataupun tuntutan basa basi masyarakat berpura mengerti Agama,

“Cinta” kedua calon orangtuaku adalah Cinta abadi,

Cita suci,

bermakna Hakiki,

menjelang,

Merdeka atau Mati !


Untuk anak anak hasil cinta kasih suci abadi,

dan membiarkan Kemerdekaan itu akan dinikmati.

Perjalanan waktu yang begitu cepat bagai kilat,

masih kurasakan cinta mereka dan jiwa mereka,

dengan kikis pengaruh luar tetap melekat,

mereka pernah bercinta didalam suatu tekat,

Merdeka atau mati bersama.


Aku sudah terlahir,

bangga dan karunia dariNya,

aliran darah dan jiwa serta rohani,

bawah sadar yang menguasai nalar,

dari aliran darah dan jiwa seorang Pejuang,

Gagah perkasa, tampan, ksatria, berjasa, bercita hidup atau mati,

dari aliran darah dan jiwa seorang wanita Pejuang,

lemah lembut, tegas keras, cantik dan senyum ayu, berjasa, bercita hidup atau mati,

untuk Merdeka !


Pantang menyerah !

tanpa curang !

Merdeka berarti Menang !

Hidup hanya sekali,

meraih cita hakiki,

menghias senyum ayahku dan ibuku,

mungkin sampai maut menjemput serta menyambut,

di gerbang surga,

harapanku,

yang 'sok tau' agama,

turut memerdekakan bangsa, ataupun ummat,

berpahala,

dari belenggu penjajah berwatak keparat!,

Mati atau wafat,

hanyalah jasad,

hasil juang memenuhi naluri, menghias, mengaruhi iring kehidupan ,

sampai hari kiamat,

menjadikan geram manusia,

yang mereka itu terlahir dialiri watak dan sifat,

sekali lagi keparat !!!.


Gemuruh angin kencang seakan ingin mencabik,

mengoyak kain,

benda mati berwarna dua,

merah dan putih,

Aku dibawah,

terpana memandang kibar,

kurasa hatiku bergetar dicampur debar,

bendera bangsaku,

dinamakan merah putih gagah berani,

tidak berasal dari hadiah,

dari jenis mahkluk manusia serakah,

terseyum kalah direkati licik penuh tipu daya

dinamai si keparat penjajah',

hasil juang dan tetesan keringat, darah dan airmata,

seperti dilakukan calon ayah dan ibuku beserta lainnya,

yang penderitaan itu dinikmati bagai kejadian alami.

Bahu membahu, gotong royong, untuk menggapai cita mereka,

pada zaman sekarang disalah artikan 'kolusi' untuk mencapai cita mereka,

bertukar menjadi harta dan bukan hakiki manusia,


Mahardika..........Merdeka!!!!


penguasa dari segala pengasa yang ada,

bertahta diatas langit ketujuh,

Ar'asyi pada jagat raya,

maha pengasih , maha penyayang , maha adil, maha bijaksana,

dan segala pujian untukNya,

melihat dari atas sana, empunya Neraka dan Surga,

berkenan memberikan padaku menjadi manusia,

dan hidup pada keluarga pejuang,

dan terlahir sebagai kelima dari tujuh sanak saudaraku,

yang satu rasa serta jiwa,

menikmati kasih sayang mereka,

yang mengerti dan menghayati,


Merdeka, Mahardika........Merdeka !


Tahun seribu sembilan ratus empat puluh lima,

Indonesia Merdeka,

Ayahku bekerja sebagai Dokter spesialis

menghindar dari ribut kuasa dan serakah manusia penuh rasa bengis,

pada salah satu Rumah sakit Negeri,

tambahan Honorer pada Rumah Sakit Swasta,

Ibuku menjadi ibu rumah tangga yang cantik dan senyum ramah menghias wajahnya,

terutama kepada suaminya tercinta,

Ayahku bahagia tidak salah memilih untuk berbagi rasa cinta kepada wanita,

dia sangat manja dan cinta kepada istrinya,

membuahkan rasa bahagia dan ceria pada kami sekeluarga,

yang dari kecil tanpa kosa kata,

di 'cekoki' arti atau makna dari,


Merdeka !


Bendera itu masih berkibar dengan lembut tapi megah,

terlihat kesan gagah,

para pejuang dan Pahlawan kemerdekaan,

yang berhasil meraih kedudukan aslinya,

sekali lagi,

Menang tanpa curang,


Merdeka !


Kurasakan betapa kecil diriku,

karena tidak ada sumbagsihku kepada pelestariannya,

untuk meraih citanya,

Berkibarlah bendera Merdeka,

Merah putih ksatria perkasa pada abad luar angkasa.


Aku pernah menyesal,

hidup Merdeka tanpa Sarjana,

setelah mencoba menjelajah salah satu perguruan tinggi di benua eropa,

kunikmati buku kecil berwarna hijau berlambang PancaSila,

tanda Indonesia berdaulat,

menjelajah kemana saja,

mengejar persoalan sejarah, seni, dan Budaya,

melupakan kuliah Ekonomi,

mungkin diperlukan bangsa,

meliwati perbatasan antar negara dengan mudah,

tanpa mengindahkan faedah,

kusadari Indonesia menjadi Negara yang diakui dunia,

dari secarik kertas yang dibacakan oleh Ksatria berani berkorban,

hidup dan nyawanya,

demi cita Nusantara,

segenap bangsa,


Merdeka !


Kunikmati masa remaja,

seperti lainnya,

agak berandal keluar dari jalur semestinya,

salah satu yang tidak disuka oleh Ayah-Ibuku,

menyadari bukan itu yang dimaksud dengan,


Merdeka,


Sekolah dan Sarjana hanya salah satu cita kedudukan,

tingkatan yang dibangun tanpa ingatan,



Merdeka.


Bukan itu maksudnya,

tercuci benakku mengingat ucapan kedua manusia yang saling mencintai,

Ayah dan Ibuku,

kesabaran dan ketulusan,

kasih sayang yang melebihi takaran,

dari pada sanak saudaraku,

yang tak dapat terlukis untuk mengajar si 'Bengal',

yaitu aku,

untuk menjadikan manusia yang mengerti makna dari Merdeka.


Bukan Harta,

yang musti didapat dngan kerakusan.

Bukan pamer Kuasa,

yang musti dipertunjukan.

Bukan persekutuan,

yang membentuk suatu keacuhan pada yang lainnya.

Jikalau aku sangat pintar melebihi yang lain,

akan dapat cepat mengerti,

begitu juga manusia lain,

Kesal Manusia mengerti tapi pura pura dungu,

memperlihatkan kerakusan untuk pamer kuasa,

dilatar belakangi dengan timbunan hartanya,

yang kita sama sama tidak jelas mengetahui asalnya,

apabila adsa satu yang tahu,

harus bertingkah seperti Kambing dungu,

apalagi seperti keledai,

akan selamat sampai hari kiamat,

tanpa rasa khianat.


Kini aku Sarjana,

usaha sekeras baja dan kemauan cita,

tidak lagi kurasa,

aku anak durhaka,

sekolah adalah ibadah,

kata guru besar mahasiswa pada Almamater,

Universitas Negeri yang betaraf tingkat Dunia,



Di hari Wisuda,

memberi arti lunas salah satu ikrar pernikahan mereka,

Ibuku tersenyum cantik dan terlihat goresan wajah ayunya pada masa lampau,

berhasil mengajar anak dungu,

bebal,

keras kepala,

tidak mengerti arti dan makna,

setelah ia beserta suaminya,

ayahku,

berjuang,

hidup atau mati,


Merdeka !!!!


Merdeka dari keniskinan,

Merdeka dari kemelaratan,

Merdeka dari kebodohan,

Merdeka dari keterbelakangan,

Merdeka dari penyesatan,

Merdeka dari anti kuasaNya,

Merdeka dari Pengkhianatan,


Merdeka dari……………….,.


Merdeka bukanlah pepatah,

ada semut ada gula,

bukan pantun jenaka,

membuat manusia tertawa,

sementara si Pelawak menumpuk harta,

bukan juga rasa berpasrah,

tanpa makna dan cita,

Merdeka itu hak,

tertera,

tertulis pada salah satu ayat,

disertai pengikut berabad lamanya.


Merdeka,

jauh dari penyesat,

penyesat tersesat,

membuat manusia rasa kualat,

tak ‘kan terampuni hingga hari kiamat.


Merdeka,

kait erat Panca Sila,

tercetus atas ridho penguasa Angkasa Jagad Raya,

tuntunan dasar hidup berbangsa,

tidak akan mati selamanya.


Wajah ayahku tersenyum tampan,

jari jemarinya lembut meraba,

istrinya,

wanita yang pernah sehidup semati,

tabah disertai tahan derita,

membentuk cita dan ketulusan Cinta,

ibuku,

dengan mesra dan penuh kasih sayang menyambut,

jari jemari ksatria tanpa tandingannya,

seraya mengucap kepada sang pencipta,

pasrah dan rela menghadap kepadaNya.


Suasana khidmat,

hening,

di udara Jakarta yang panas,

akhir dari sebuah nafas,

sampai hari kiamat,

pahala dan harga untuk ummat berbangsa,

akan dikenang,

dan,

fitnah,

khianat,

yang diserukan oleh manusia keji,

sifat berbaju warna watak keparat,

sirna,

habis terkikis,

dilumat,

atas kuasaNya,

Sekali lagi atau tak terhingga,

akupun ikutan berseru,

Menang tanpa Curang !!!!

dan darah dagingku,

jiwaku,

rohaniku,

berasal dari pria yang menyintai wanita cantik dan ayu,

berasal dari wanita yang menyintai pria ksatria perkasa,

sama sama berteriak, berdo'a, sama cita, sama cinta,


Merdeka atau mati.

Biar mereka berebut kuasa,

Biar mereka menumpuk harta,

Tersenyum diantara,

Tepuk dan sorai dari banyaknya massa,

Berbantal Mas,

Berkasur Mas,

Tanpa ada rasa salah ataupun cemas,


Tapi……….,

Mereka itu bukan manusia ,

Mempunyai Ibu dan Ayah,

Pejuang untuk ummat,

manusia menuju Merdeka,

dengan derita dan susah payah,

dan tidak haus kenang sampai hari kiamat.

Kuingatkan,

pada diriku,

atau?,

sekali lagi,

senjata mereka hanya bambu runcing,

buatan tangan sendiri,

berani mati,

terus menyertai.



Diriku bodoh?

Diriku penakut?

Diriku pengecut?

Diriku takut mati?



Andai,

aku dilengkapi persenjataan mutakhir,

modern di abad ruang angkasa,

mempunyai jiwa dan rohani masa kini,

dilengkapi bekal lengkap menuju medan tempur,

bukan hanya medan perang,

cita keadilan dan kebenaran,

tanpa curang harus menang!,

seperti mereka berteriak keras,

dengan semangat melebihi panasnyta lahar kawah gunung Merapi,


Merdeka atau Mati !!!!!!


Tawin QM,


Kota Bekasi, Agustus 2009.


Kutulis untuk mengenang, segenap pejuang, kerabat dekat Ayahku, terutama

segenap yang photo bersama pada waktu menjadi mahasiswa Fakultas Kedokteran, Gajah Mada, Jogyakarta, bersama ayahku.


Juga untuk Ibuku yang sangat susah menghadapi anaknya, yang sangat sulit diatur.

Turut Belasungkawa kepada:

-Tanteku, Ny.Kasman Harjooetomo,


pernah membantu kakak perempuan(Ibuku)dan adik lelakinya(Oomku yang masa itu bergabung dengan pasukannya)dimasa perjuangan kemerdekaan, Yogyakarta,


-W.S. Rendra, yang pernah berjumpa dan berdialog bersama, ketika beliau berkunjung ke RFJ, pada waktu itu saya Mahasiswa pada sebuah Universitas.


Semoga diterima disisiNya.

Creative Commons License
Menu "Merdeka" ("Merdeka atau Mati")) by R.Quintarto, S.Mn. is licensed under a Creative Commons Attribution-NonCommercial-NoDerivs 3.0 Unported License.
Based on a work at http://jogosostro.blogspot.com.

Galeri

poster und Kunstdrucke kaufen